Orasi Ilmiah: Pentingnya Penelitian Tata Kelola Air di Indonesia

Monday, June 1, 2015

Kutipan:

Mahkamah Konstitusi pun kelihatannya tidak terlalu familiar dengan Hukum Air. Misalnya, dalam Putusan yang membatalkan Undang Undang Sumber Daya Air, Mahkamah merujuk pada United Nations Convention On The Law of The Sea atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut.[7] Padahal, seperti sebelumnya dijelaskan, ketika kita membahas Sumber Daya Air, kita sedang membahas air tawar yang hanya 0,77% (nol koma tujuh puluh tujuh persen) itu. Sedangkan UNCLOS membahas air laut.

Karena kurangnya pemahaman ini pula, akhir akhir ini berkembang pemahaman bahwa agar dikuasai negara, rezim air hasrunya merupakan rezim pengelolaan (beheersdaad) yang mana Badan Usaha Milik Negara atau Daerah mengelolanya. Paradigma ini tidak sepenuhnya tepat, sebab air bukanlah minyak. Minyak dapat dikuasai oleh perusahaan tunggal milik negara, karena biaya eksplorasi dan eksploitasi yang besar dan bendanya bukan bagian dari kebutuhan biologis manusia.

Sedangkan air dibutuhkan oleh manusia, hewan dan tumbuhan dalam kesehariannya. Tidak mungkin untuk menggali sumur perlu dilakukan oleh BUMN/BUMD. Justru sebaliknya, sebisa mungkin masyarakat harus bisa mengambil air dari lingkungan untuk kebutuhan sehari-hari, tanpa izin apapun.[8]

Pembatalan Undang Undang Sumber Daya Air, walaupun pahit, memaksa negara kita untuk mencari model pengelolaan air yang sesuai dengan ekonomi politik Indonesia.[9] Karena air sangat vital peranannya dalam berbagai aspek kehidupan, maka peraturan pengganti Undang-Undang Sumber Daya Air harus cepat  diberlakukan. Dapat dibayangkan, apabila regulasi air tidak lekas tuntas, maka hampir seluruh sektor industri kecuali jasa akan terkena dampak langsung. Apalagi untuk dapat mengatasi krisis air dan sanitasi sebagaimana dibahas sebelumnya, kepastian hukum mutlak diperlukan.
Menemukan model pengelolaan air yang sesuai dengan karakter Indonesia tidaklah mudah. Mahkamah Konstitusi ketika membatalkan Undang-Undang Sumber Daya Air karena alasan komersialisasi dan privatisasi[10], tidak secara gamblang merekomendasikan alternatif model pengelolaan air di Indonesia.