Membaca Kepemimpinan Jokowi

Sunday, May 31, 2015

Membaca Kepemimpinan Jokowi



Mohammad Jibriel Avessina [1]

Kapasitas kepemimpinan Presiden Joko Widodo sedang dipertanyakan oleh publik. Kebijakan domestik yang dilakukan oleh presiden Jokowi kerap kali dipandang pesimis, kepemimpinannya dianggap membawa kemunduran dalam arena domestik.  Kondisi ini ditambah dengan strategi komunikasi politik yang monoton dan polos dalam  mempertahankan kebijakannya. Langkah politiknya dalam menghadapi  serangan rival-rival politik  \menunjukan Joko Widodo bukanlah sosok politisi yang matang. Maka, protes dan keluhan atas kepemimpinannya beredar secara massif di media sosial. Demonstrasi mulai marak muncul untuk menuntut administrasi pemerintahannya. Ada semacam penyesalan terhadap kepemimpinan Jokowi. Setidaknya, ada tiga peristiwa yang menyebabkan kebijakan domestik rezim Jokowi menuai protes dari publik.
 Pertama, sikap Jokowi yang  dianggap ragu ragu dalam serial krisis-KPK yang berkepanjangan, keputusan Jokowi untuk menonaktifkan sejumlah pimpinan KPK dipersepsikan oleh publik sebagai pembiaran atas kegiatan delegitimasi dan “pelemahan” institusi KPK yang tengah berlangsung. Keputusan Jokowi ini dianggap blunder khususnya  bagi kelas menengah Indonesia yang menjadikan KPK sebagai institusi trustable sebagai respon atas krisis kepercayaan terhadap lembaga-lembaga Negara.    
Kedua,Pilihan Rezim Jokowi untuk membuat kebijakan yang  tidak populer yakni menaikan harga  BBM, juga menaikan tarif terhadap barang komoditi dan jasa yang dianggap merugikan bagi kepentingan kelas menengah, seperti tarif dasar listrik, kereta api. Keputusan ini  dengan cepat menjadikan  Jokowi  sebagai “musuh baru” kelas menengah.
Ketiga,konsolidasi internal pemerintahan Jokowi terganggu karena dibayangi oleh upaya intervensi kekuatan politik tertentu yang  menjadi penyokong politik Jokowi. Wacana Jokowi sebagai pemimpin cum petugas partai dipandang sinis oleh masyarakat kelas menengah,kepemimpinan Jokowi dipersepsikan lemah, mudah  untuk dikendalikan serta tidak berwibawa.

Hambatan Oligarkhi politik        
          
Boleh  jadi, protes dan kritik yang disampaikan oleh publik tersebut relatif benar bahwa  kita  mengalami`kemunduran` selangkah dalam upaya pemberantasan anti korupsi. Selama enam bulan publik seolah-olah menyaksikan kepemimpinan Joko Widodo yang penuh dilematis.  Walaupun demikian, baik kiranya kita memahami secara jernih  adil  dan jujur dalam menilai   kenyataan yang dihadapi oleh administrasi pemerintahan Jokowi.
Sebagai figur politik baru  kekuasaan politik Jokowi tidak utuh, dia  harus berhadapan dengan klik oligarkhi politik  yang sudah asam garam mengenggam arena politik nasional selama 17 tahun. Maka, konsolidasi internal pemerintahan jokowi yang lambat dapat kita pahami sebagai  proses pertarungan dengan  oligarkhi politik, tentu saja tidak mudah bagi Jokowi melakukan konsolidasi  pemerintahan tanpa gangguan kepentingan oligarkhi politik.
Konsekuensi lain atas peran oligarkhi politik dalam  proses politik khas Indonesia yang kuat, menjadikan Jokowi dengan kekuatan dan jaringan politik terbatas,menuai hambatan untuk  mewujudkan  reformasi secara cepat dan massif. Serial krisis KPK yang hadir sejak dua tahun yang lalu menunjukan betapa rapuhnya agenda anti korupsi  terhadap intervensi kaum oligarch, kemajuan-kemajuan penegakan anti korupsi masih bersifat artifisial, belum menyentuh akar masalah utama. Berdasarkan pengalaman tersebut, agenda anti korupsi tidak dapat dilaksanakan melalui cara cara instan, ada proses yang harus dilalui,butuh komitmen dukungan jaringan politik yang kuat. Maka keputusan untuk “mundur selangkah” agar melompat ke depan adalah jalan yang arif,realistis untuk dilaksanakan.

Pemimpin yang bekerja

Dalam sisi lain kita harus jujur akan kebijakan-kebijakan Jokowi yang cemerlang,  rencana proyek-proyek infrastruktur berupa pembangunan jalan,pelabuhan maupun jalur  kereta memberikan sebuah harapan baru, penyediaan lapangan kerja serta prospek jangka panjang gerak-roda ekonomi riil yang baik. Pembangunan infrastruktur juga sebuah pembuktian  nyata bahwa  anggaran tahunan negara kita tidak hanya sekedar dihabiskan dalam alokasi konsumsi serta “subsidi” semata, tetapi dalam bentuk konkrit, sesuatu yang dapat kita  wariskan pada generasi anak cucu kita.
Pelaksanaan tol laut yang mulai beroperasi adalah bukti kesungguhannya untuk membenahi jalur distribusi barang dan jasa  dan interkoneksitas pulau-pulau di Nusantara, sesuatu yang selalu menjadi masalah klasik bagi percepatan pembangunan di Indonesia.  Pembangunan kawasan Indonesia timur bukan lagi janji-janji surgawi yang didengungkan  untuk menutupi ketimpangan sosial,beragam komitmen investasi dari pembangunan pabrik semen hingga pengembangan kawasan wisata terpadu siap untuk direalisasikan. 
Komitmen untuk menciptakan pembangunan dari wilayah pinggiran diwujudkan dalam pembangunan desa yang mendapatkan perhatian secara serius, rambu rambu regulasi untuk pembangunan desa mandiri telah disusun,  penguatan lembaga Badan Usaha Milik Desa memberikan harapan  baru  sebagai penggerak ekonomi desa yang mandiri.
Harus diakui, Jokowi adalah satu-satunya presiden dalam era reformasi  yang  secara tegas merealisasikan pembubaran PETRAL sebagai bukti komitmennya dalam upaya mewujudkan tata kelola migas yang baru dan transparan. Pembubaran PETRAL yang disertai dengan aktivasi integrated supply chained disinyalir dapat menghemat  dana hingga 250 Milyar per hari.
Dalam bidang luar negeri, kebijakannya yang mengusahakan peran strategis Indonesia di kancah internasional sebagai poros maritim dunia menandai era baru politik luar negeri yang impresif dan bermartabat.  Harus diakui, Joko Widodo adalah satu-satunya Presiden Indonesia dalam era reformasi  yang berkenan bersikap terbuka dalam forum resmi internasional. Pidatonya yang lugas dalam even KAA  yang lalu  menyuarakan ketidakadilan global sertata opsi tatanan ekonomi dunia yang baru, another world is possible.
Saya melihat Indonesia sedang bergerak untuk  berubah, perlahan tapi pasti. Barangkali, Jokowi bukanlah politisi yang piawai menaklukan ruang publik  tapi tidak diragukan lagi dia adalah pemimpin yang bekerja. Tentu saja, hasil kinerjanya masih jauh dari sempurna. Politik di antara kita boleh datang dan pergi, kepentingan kelompok pasti muncul silih berganti, tetapi tanggung jawab untuk kesejahteraan bangsa menjadi tugas suci yang harus kita laksanakan bersama.




[1] Manajer Riset dan pengembangan dalam Center for regulation policy and Governance (CRPG)