End of Term Report OGP IRM

Sunday, April 3, 2016

Image result for ogp irm


Mekanisme Pelaporan Independen Kemitraan Pemerintahan Terbuka saat ini memasuki tahapan laporan akhir (End of Term Report). Laporan akhir ini akan melakukan pendataan capaian target Pemerintahan Terbuka Indonesia periode Juni 2014 sampai dengan September 2015. Sebelumnya, IRM telah mempublikasikan laporan Mid Term OGP (bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.)

Terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian IRM dalam End of Term Report ini. diantaranya adalah finalisasi struktur dan organisasi sekretariat nasional Open Government Indonesia. Pada OGP Summit November tahun lalu di Mexico, perwakilan pemerintah menyatakan rencana pembentukan sekretariat nasional yang akan dipimpin oleh Kantor Staf Presiden dan dilaksanakan oleh Bappenas serta Kementerian Luar Negeri. IRM akan melaporkan sejauhmana realisasi dari rencana ini.

Selain itu, IRM akan melakukan evaluasi mengenai target yang belum dicapai oleh Pemerintah Indonesia pada periode pelaporan sebelumnya.

Berikut ringkasan keberhasilan capaian Indonesia sebegaimana dilaporkan dalam Mid Term Report:



Untuk periode laporan akhir ini, publik dan badan badan pemerintah masih memiliki kesempatan untuk memberikan masukan kepada IRM sampai dengan tanggal 23 April 2016. 



IRM Indonesia
Kontak: 
Mohamad Mova AlAfghani (mova@alafghani.info)
Pius Widiyatmoko (pwpiupiu@gmail.com)


, , ,

Regulatory Framework for Local Scale Wastewater / Kerangka Regulasi Air Limbah Skala Lokal

Thursday, March 31, 2016


CRPG recently completed its report (currently in layout stage) on the regulation of local scale wastewater commisioned for ISF UTS under the ADRAS project. We propose that regulatory framework specifically acknowledge local/community scale wastewater in the spectrum of wastewater provision and that community based organizations are accorded with distinct rights and obligations as a service provider. The template that we propose (above picture) can be incorporated into regional bylaws/regional regulation or national regulation.

To download the high quality resolution mind map, "save as" this link.

,

Regulation of Sharing Economy/ Regulasi Sharing Economy

Wednesday, March 30, 2016



This mindmap (v.1.0.) lists issues and explores regulatory methods for sharing economies. Banning/disconnecting users from marketplace and rating/trust system are proposed as part of the new regulatory tools.


To view/download the full size mind map, go to here.

, , , ,

Lecture on the regulation of sharing economies

Monday, March 28, 2016

The lecture explores sharing economies, externalities associated by it and whether self-regulation (or shared regulation) can be applied to sharing economy platforms. The lecture use the case of Uber (transportation platform) in Indonesia. Session 1 contains slides on sharing economy. Session 2 introduce basic regulation theories and apply it into sharing economy. The lecture contain videos/multimedia, you need to click on the box to play it. 





, , ,

Hasil Analisa Regulasi Air Limbah Skala Lokal

Sunday, March 27, 2016





Berikut adalah hasil analisa regulasi air limbah skala lokal, dipresentasikan pada pertemuan di Ditjen Cipta Karya dan Bappenas, Maret 8 dan 9, 2016. Riset ini terselenggara atas kerjasama antara ISF-UTS dengan CRPG, ODI dan Borda atas dana dari Australia Development Research Awards (ADRAS) Scheme.

Untuk mendownload versi penuhnya silahkan (save as) link ini.

Laporan akhir sedang dalam proses layout dan penterjemahan.

, , , ,

Dapatkah Uber dan GoJek Mengatur Dirinya Sendiri?

Thursday, March 24, 2016



Sumber: Koran Sindo, Edisi 24-03-2016

Pic Credit: Adzaniah

Apakah Uber dan GoJek harus diregulasi? Secara prinsip, apabila suatu kegiatan ekonomi dapat berjalan lancar dengan sendirinya tanpa merugikan orang lain dan lingkungan, tidak perlu ada regulasi. 

Meski demikian, apabila ada sedikit saja potensi pihak ketiga dan lingkungan dirugikan, di situ terdapat justifikasi untuk melakukan regulasi. Dalam kasus transportasi online seperti Uber dan Gojek, setidaknya ada beberapa pihak yang—apabila tidak terdapat regulasi yang memadai—dapat dirugikan. Pertama adalah sopir. 

Karena status hukumnya bukan sebagai pekerja, sopir tidak mendapat perlindungan dari hukum ketenagakerjaan berupa hak-hak jaminan kesehatan, jaminan sosial, dan sebagainya. Kedua adalah penumpang. Dalam transportasi umum berizin ada beberapa standar yang harus dipenuhi. Misalnya, harus ada yang memastikan tersedia seatbelt yang berfungsi atau remnya tidak blong. 

Apabila tidak, ada potensi bahaya. Ketiga adalah lingkungan sekitar seperti pengguna jalan yang dapat dibahayakan akibat pengemudi yang ugal-ugalan dalam mencari setoran. Bagi para ekonom, istilah dari fenomena-fenomena ini adalah ”eksternalitas negatif”. Tiga hal di atas adalah contoh singkat justifikasi mengapa Uber dan GoJek seharusnya diregulasi. 

Mungkin ada yang akan berpendapat bahwa soal standar keamanan sebenarnya sudah diatur dalam peraturan lalu lintas dan transportasi umum, mengapa untuk Uber dan GoJek harus diatur khusus? Betul bahwa ada standar umum yang berlaku bagi setiap kendaraan, namun Uber dan GoJek berbeda karena aset kendaraan dipergunakan khusus untuk keperluan nonpribadi. 


Di sini ada potensi ”moral hazard ” di mana standar keselamatan dikompromikan karena kepentingan finansial. Dengan kata lain, pemilik kendaraan pribadi akan lebih cenderung melakukan investasi terhadap keselamatan dibanding pemilik angkutan umum atau mobil yang diompreng -kan. Tapi, bukankah ada aturan tidak menjamin keselamatan, buktinya banyak juga angkutan umum yang terlibat kecelakaan dan sopirnya ugal-ugalan? 



Betul, tapi di sini kita bicara ”efektivitas regulasi”, sementara sebelumnya kita bicara soal ”justifikasi regulasi”. Moral hazard dan eksternalitas negatif merupakan dua justifikasi utama untuk melakukan regulasi. Adalah kewajiban pemerintah untuk memastikan ongkos sosial dari kegiatan ekonomi ini minimum dan terefleksikan dalam harga yang dibayar. Bukankah GoJek lebih bagus dari ojek pangkalan karena sudah pasti penumpang diberikan helm dan masker? Betul. 



Nah, sekarang kita bicara soal efektivitas regulasi. Soal GoJek yang memberikan helm kepada penumpangnya sebenarnya merupakan sinyal bahwa Uber dan GoJek memiliki potensi untuk meregulasi dirinya sendiri (self regulation). 



Setiap kali berbicara regulasi, orang cenderung berpikir tentang aturan dan sanksi yang dikeluarkan pemerintah lewat peraturan perundangundangan. Ini sebenarnya kurang tepat karena pertanyaan kedua yang wajib dijawab ketika pertanyaan pertama tentang justifikasi regulasi sudah terjawab adalah dengan metode dan model apa regulasi akan dilakukan? 



Model regulasi aturan dan sanksi dari pemerintah itu dikenal dengan metode ”commandand- control”. Metode ini paling klasik karena berbicara otoritas negara. Mayoritas publikasi akademik terakhir dalam arena regulasi mengusulkan self regulation bagi sharing economy. Self regulation berbeda dengan commandandcontrol karena dalam self regulation ada ”ruang regulasi” bagi pelaku ekonomi. 



Dalam self regulation, pemerintah tidak perlu mengawasi detail tetek bengek standar keselamatan secara langsung dan memberikan sanksi kepada pelanggarnya karena hal itu dilakukan sendiri oleh pelaku ekonomi. Kenapa self regulation banyak diusulkan sebagai metode regulasi sharing economy? Jawabannya adalah platform bisnis ini dengan mudahnya (dan dengan ongkos yang sangat minim) bisa mengeluarkan dan memasukkan orang ke dalam kegiatan ekonomi. 



Regulasi intinya adalah penentuan siapa yang boleh ikut serta dan siapa yang tidak serta standar apa yang dipakai untuk menentukan seseorang boleh ikut serta atau tidak. Uber dan GoJek punya standar untuk menentukan siapa yang bisa jadi sopir dan ikut ke dalammarketplace- nya. Apabila ada sopir yang ugal-ugalan, akan di-ban dari appnya dan di-blacklist sebagai sopir. 



Standarstandar ini ”regulasi” juga walaupun tunduk kepada ”terms ofservice ” dan bukan peraturan perundang-undangan di bidang transportasi. Metode kedua yang dipakai untuk self regulation dalam sharing economy adalah sistem reputasi. Sistem reputasi ini dulu terkenal ketika dipakai oleh Ebay untuk me-rating penjual. Penjual yang punya rating tinggi memperoleh reputasi yang baik dan dipercaya oleh konsumen. 



Pada hakikatnya, sistem reputasi ini merefleksikan kualitas suatu barang (atau dalam kasus GoJek dan Uber, suatu layanan). Kendati demikian, sistem ini tidak sempurna. Orang bisa memberikan rating baik karena sopirnya ganteng atau cantik atau rating buruk hanya karena sopirnya tidak ramah. Ihwal yang tidak kasatmata seperti rem blong dan sebagainya tidak dengan mudah terefleksikan dalam rating ini. 



Bisa jadi sopirnya ganteng atau cantik, tapi remnya blong dan tetap saja orang memberikan rating yang bagus. Walaupun sistem reputasi ini tidak sempurna, setidaknya ini memberikan cerminan atas kualitaslayanan. Sisteminijugadapat disempurnakan untuk bisa merefleksikan standar pelayanan transportasi pada umumnya. 



Apakah self regulation ini bisa efektif? Kita tidak tahu. Mau tidak mau, sharing economy melakukan disrupsi terhadap pemain lama. Tapi, yang jelas, self regulation akan tetap lebih baik dibandingkan no regulation atau pelarangan total. Uber dan GoJek juga seharusnya tertarik dengan proposal self regulation ini karena dengan metode ini intervensi pemerintah akan minim. 



Ditambah lagi, yang sudah dan sedang mereka lakukan selama ini sebenarnya juga sebuah self regulation. Secara teoritis, kita bisa mengetahui apabila self regulation ini efektif ketika perubahan perilaku dan turunnya biaya sosial yang diakibatkan dari aktivitas ekonomi. Katakanlah, apabila standar keselamatan naik dan keluhan penumpang turun, kita bisa tahu bahwa metode ini efektif. 



Yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah untuk menentukan bagian-bagian mana yang akan diberlakukan self regulation dan bagian-bagian mana yang tetap akan diberlakukan command-and-control. Bagi saya, prinsip yang harus diberlakukan dalam self regulation adalah same service, same standard. Artinya, standar-standar umum keselamatan transportasi harus berlaku sama bagi Uber dan GoJek maupun taksi konvensional. 



Tinggal permasalahannya, bagaimana standar ini akan ditegakkan. Dalam regulasi commandand- control, standar layanan ini bisa ditegakkan oleh DLLAJ dengan melakukan KIR atau pengecekan kendaraan. Nah, dalam self regulation penegakan aturan harusnya dapat dilaksanakan oleh Uber dan GoJek sendiri. Caranya bagaimana, apakah petugas Uber harus memeriksa satu persatu armadanya? 



Saya kira tidak. Bisa ditemukan cara lain agar sopir melaporkan sendiri kelaikan kendaraan. Soal jam kerja maksimal misalnya (karena dalam aturan kendaraan umum ada pem-batasan jam kerja sopir) bisa secara langsung dikalkulasikan lewat aplikasi yang ada dalam telepon genggam sopir. 



Bagaimana kalau mereka menolak kepatuhan terhadap standar layanan dan keselamatan transportasi umum tersebut? Nah, kalau itu tidak apa-apa, silakan blokir saja sebab pemerintah punya kewajiban melindungi warganya.


MOHAMAD MOVA AL’AFGHANI 
Direktur Center for Regulation, Policy and Governance (CRPG), Memperoleh PhD dalam Ilmu Hukum dari University of Dundee , UK 

Regulasi.Net : Search Engine Hukum dan Regulasi (Alpha)

Saturday, March 19, 2016






CRPG sedang mengembangkan Regulasi.Net, portal search engine hukum dan regulasi. Saat ini portalnya masih dalam tahap awal pengembangan (alpha) dan akan membutuhkan banyak uji coba sebelum bisa beroperasi secara baik. Search engine ini dimaksudkan untuk mempermudah penelitian dan penelusuran hukum dan meperoleh data data hukum secara gratis.

Seperti halnya search engine pada umumnya (Google, Bing, dsb) Regulasi.Net melakukan crawling kepada website-website yang memiliki tema hukum. Saat ini peraturan dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri sampai Peraturan Daerah dan Putusan beberapa badan peradilan telah diindex. 

Apabila ada usulan atau saran silahkan menghubungi kami di contact.crpg(at)crpg.info 

Regulasi.Net