, ,

Getting to Know PCBs Regulations in Indonesia

Monday, February 8, 2016




What are PCBs?

Polychlorinated Byphenils, PCBs in short, are a group of man-made chemicals. PCBs have been widely used in the past, mainly in electronical equipments. The commercial production of PCBs started in 1929, but their use has been banned or restricted in many countries since the 1970s because of the possible risks to human health and environment.

PCBs are generally very stable, and are resistant to acids and bases as well as to heat. They have been used as an insulating material in electric equipment, such as transformers and capacitors. PCBs have also been used in wide range of products such as plasticizers, surface coatings, inks, and carbonless duplicating paper.
Since 1929 around 2 million tons of PCBs have been produced, and about 10% of which still remain today because of their stability.

PCBs can persist in the environment and accumulate in animals and along the food-chain. Humans may be exposed to PCBs by ingesting contaminated food and water or inhaling contaminated air. In the human body PCBs can remain in fatty tissues and in the liver and may be transferred from mother to child through the placenta or breast milk. The speed at which PCBs are transformed in the body and the extent to which they are either stored or excreted depend on the type of PCB.
Studies on humans and animals have shown harmful effects on fertility. Furthermore,of the child during pregnancy or through breast-feeding can affect its development. Effects on the immune system have been observed in animals, in children exposed to PCBs during development in the womb, and in adults exposed through PCB-contaminated food. Groups of workers that have been exposed to high levels of PCBs



PCBs Regulations in Indonesia

In Indonesia, there is no regulations that specifically regulates PCBs. PCBs are categorized as hazardous and toxic substances (limbah B3). In general, the regulations can be found in Law No. 32/2009 about Environmental Protection Management, GR No. 74/2001 on Hazardous Toxic and Substance Management, GR No. 101/2014 on Hazardous Waste and Toxic Management.

Gap Analysis and Recommendations
However, there still are many holes in the term of PCBs, such as :
1. The existing regulations do not have clear definitions regarding articles and/or equipment containing/contaminated with PCBs as a hazardous materials.
2. They do not have clear status regarding articles and/prg equipment containing/contaminated with PCBs, whether should it be treated as hazardous waste, prohibited to be imported, or hazardous materials, etc.
3. There is no regulation that specifically prohibits, control, and regulate the distribution, and import of PCBs mixture, and equipment that containing/contaminated with PCBs to Indonesia, as GR No. 74/2001 only regulates about PCBs as chemicals.
4. There has not been guideline standard (e.g SNI) on regarding PCBs treshold limit in the equipment/articles.
5. The policy regarding to PCB management is not yet related with different sector and ministries
6. Lastly, there has not been any policy regarding unintentional release of PCB to the environments.

Regarding to those matters, we recommend :
1. For government to issue regulations that specifically prohibits the import of PCB (as chemical substance);
2.To clarify the status of articles and/or equipment containing/contaminated with PCBs. Whether should it be treated as hazardous waste, prohibited to be imported, etc.;
3. To formulate standard regarding the PCBs threshold limit in equipment/articles (especially in the consumer products);
4. To formulate a guideline regarding the environmentally sound management of PCBs (the technical one);
5. To formulate policy and measures to reduce or eliminate PCBs releases from unintentional production;
6. To discuss the role and function of B3 commission in this matter;
7. To discuss whether there is a discretion for specific ministry to prohibit the import/use/distribution of new PoP's subtance.




References :
Internal source
What are PCBs, accessed from http://www.greenfacts.org/en/pcbs/l-2/1-polychlorinated-biphenyls.htm#0 on Feb 6th, 2016
 

Orasi Ilmiah: Pentingnya Penelitian Tata Kelola Air di Indonesia

Monday, June 1, 2015

Kutipan:

Mahkamah Konstitusi pun kelihatannya tidak terlalu familiar dengan Hukum Air. Misalnya, dalam Putusan yang membatalkan Undang Undang Sumber Daya Air, Mahkamah merujuk pada United Nations Convention On The Law of The Sea atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut.[7] Padahal, seperti sebelumnya dijelaskan, ketika kita membahas Sumber Daya Air, kita sedang membahas air tawar yang hanya 0,77% (nol koma tujuh puluh tujuh persen) itu. Sedangkan UNCLOS membahas air laut.

Karena kurangnya pemahaman ini pula, akhir akhir ini berkembang pemahaman bahwa agar dikuasai negara, rezim air hasrunya merupakan rezim pengelolaan (beheersdaad) yang mana Badan Usaha Milik Negara atau Daerah mengelolanya. Paradigma ini tidak sepenuhnya tepat, sebab air bukanlah minyak. Minyak dapat dikuasai oleh perusahaan tunggal milik negara, karena biaya eksplorasi dan eksploitasi yang besar dan bendanya bukan bagian dari kebutuhan biologis manusia.

Sedangkan air dibutuhkan oleh manusia, hewan dan tumbuhan dalam kesehariannya. Tidak mungkin untuk menggali sumur perlu dilakukan oleh BUMN/BUMD. Justru sebaliknya, sebisa mungkin masyarakat harus bisa mengambil air dari lingkungan untuk kebutuhan sehari-hari, tanpa izin apapun.[8]

Pembatalan Undang Undang Sumber Daya Air, walaupun pahit, memaksa negara kita untuk mencari model pengelolaan air yang sesuai dengan ekonomi politik Indonesia.[9] Karena air sangat vital peranannya dalam berbagai aspek kehidupan, maka peraturan pengganti Undang-Undang Sumber Daya Air harus cepat  diberlakukan. Dapat dibayangkan, apabila regulasi air tidak lekas tuntas, maka hampir seluruh sektor industri kecuali jasa akan terkena dampak langsung. Apalagi untuk dapat mengatasi krisis air dan sanitasi sebagaimana dibahas sebelumnya, kepastian hukum mutlak diperlukan.
Menemukan model pengelolaan air yang sesuai dengan karakter Indonesia tidaklah mudah. Mahkamah Konstitusi ketika membatalkan Undang-Undang Sumber Daya Air karena alasan komersialisasi dan privatisasi[10], tidak secara gamblang merekomendasikan alternatif model pengelolaan air di Indonesia.

Membaca Kepemimpinan Jokowi

Sunday, May 31, 2015

Membaca Kepemimpinan Jokowi



Mohammad Jibriel Avessina [1]

Kapasitas kepemimpinan Presiden Joko Widodo sedang dipertanyakan oleh publik. Kebijakan domestik yang dilakukan oleh presiden Jokowi kerap kali dipandang pesimis, kepemimpinannya dianggap membawa kemunduran dalam arena domestik.  Kondisi ini ditambah dengan strategi komunikasi politik yang monoton dan polos dalam  mempertahankan kebijakannya. Langkah politiknya dalam menghadapi  serangan rival-rival politik  \menunjukan Joko Widodo bukanlah sosok politisi yang matang. Maka, protes dan keluhan atas kepemimpinannya beredar secara massif di media sosial. Demonstrasi mulai marak muncul untuk menuntut administrasi pemerintahannya. Ada semacam penyesalan terhadap kepemimpinan Jokowi. Setidaknya, ada tiga peristiwa yang menyebabkan kebijakan domestik rezim Jokowi menuai protes dari publik.
 Pertama, sikap Jokowi yang  dianggap ragu ragu dalam serial krisis-KPK yang berkepanjangan, keputusan Jokowi untuk menonaktifkan sejumlah pimpinan KPK dipersepsikan oleh publik sebagai pembiaran atas kegiatan delegitimasi dan “pelemahan” institusi KPK yang tengah berlangsung. Keputusan Jokowi ini dianggap blunder khususnya  bagi kelas menengah Indonesia yang menjadikan KPK sebagai institusi trustable sebagai respon atas krisis kepercayaan terhadap lembaga-lembaga Negara.    
Kedua,Pilihan Rezim Jokowi untuk membuat kebijakan yang  tidak populer yakni menaikan harga  BBM, juga menaikan tarif terhadap barang komoditi dan jasa yang dianggap merugikan bagi kepentingan kelas menengah, seperti tarif dasar listrik, kereta api. Keputusan ini  dengan cepat menjadikan  Jokowi  sebagai “musuh baru” kelas menengah.
Ketiga,konsolidasi internal pemerintahan Jokowi terganggu karena dibayangi oleh upaya intervensi kekuatan politik tertentu yang  menjadi penyokong politik Jokowi. Wacana Jokowi sebagai pemimpin cum petugas partai dipandang sinis oleh masyarakat kelas menengah,kepemimpinan Jokowi dipersepsikan lemah, mudah  untuk dikendalikan serta tidak berwibawa.

Hambatan Oligarkhi politik        
          
Boleh  jadi, protes dan kritik yang disampaikan oleh publik tersebut relatif benar bahwa  kita  mengalami`kemunduran` selangkah dalam upaya pemberantasan anti korupsi. Selama enam bulan publik seolah-olah menyaksikan kepemimpinan Joko Widodo yang penuh dilematis.  Walaupun demikian, baik kiranya kita memahami secara jernih  adil  dan jujur dalam menilai   kenyataan yang dihadapi oleh administrasi pemerintahan Jokowi.
Sebagai figur politik baru  kekuasaan politik Jokowi tidak utuh, dia  harus berhadapan dengan klik oligarkhi politik  yang sudah asam garam mengenggam arena politik nasional selama 17 tahun. Maka, konsolidasi internal pemerintahan jokowi yang lambat dapat kita pahami sebagai  proses pertarungan dengan  oligarkhi politik, tentu saja tidak mudah bagi Jokowi melakukan konsolidasi  pemerintahan tanpa gangguan kepentingan oligarkhi politik.
Konsekuensi lain atas peran oligarkhi politik dalam  proses politik khas Indonesia yang kuat, menjadikan Jokowi dengan kekuatan dan jaringan politik terbatas,menuai hambatan untuk  mewujudkan  reformasi secara cepat dan massif. Serial krisis KPK yang hadir sejak dua tahun yang lalu menunjukan betapa rapuhnya agenda anti korupsi  terhadap intervensi kaum oligarch, kemajuan-kemajuan penegakan anti korupsi masih bersifat artifisial, belum menyentuh akar masalah utama. Berdasarkan pengalaman tersebut, agenda anti korupsi tidak dapat dilaksanakan melalui cara cara instan, ada proses yang harus dilalui,butuh komitmen dukungan jaringan politik yang kuat. Maka keputusan untuk “mundur selangkah” agar melompat ke depan adalah jalan yang arif,realistis untuk dilaksanakan.

Pemimpin yang bekerja

Dalam sisi lain kita harus jujur akan kebijakan-kebijakan Jokowi yang cemerlang,  rencana proyek-proyek infrastruktur berupa pembangunan jalan,pelabuhan maupun jalur  kereta memberikan sebuah harapan baru, penyediaan lapangan kerja serta prospek jangka panjang gerak-roda ekonomi riil yang baik. Pembangunan infrastruktur juga sebuah pembuktian  nyata bahwa  anggaran tahunan negara kita tidak hanya sekedar dihabiskan dalam alokasi konsumsi serta “subsidi” semata, tetapi dalam bentuk konkrit, sesuatu yang dapat kita  wariskan pada generasi anak cucu kita.
Pelaksanaan tol laut yang mulai beroperasi adalah bukti kesungguhannya untuk membenahi jalur distribusi barang dan jasa  dan interkoneksitas pulau-pulau di Nusantara, sesuatu yang selalu menjadi masalah klasik bagi percepatan pembangunan di Indonesia.  Pembangunan kawasan Indonesia timur bukan lagi janji-janji surgawi yang didengungkan  untuk menutupi ketimpangan sosial,beragam komitmen investasi dari pembangunan pabrik semen hingga pengembangan kawasan wisata terpadu siap untuk direalisasikan. 
Komitmen untuk menciptakan pembangunan dari wilayah pinggiran diwujudkan dalam pembangunan desa yang mendapatkan perhatian secara serius, rambu rambu regulasi untuk pembangunan desa mandiri telah disusun,  penguatan lembaga Badan Usaha Milik Desa memberikan harapan  baru  sebagai penggerak ekonomi desa yang mandiri.
Harus diakui, Jokowi adalah satu-satunya presiden dalam era reformasi  yang  secara tegas merealisasikan pembubaran PETRAL sebagai bukti komitmennya dalam upaya mewujudkan tata kelola migas yang baru dan transparan. Pembubaran PETRAL yang disertai dengan aktivasi integrated supply chained disinyalir dapat menghemat  dana hingga 250 Milyar per hari.
Dalam bidang luar negeri, kebijakannya yang mengusahakan peran strategis Indonesia di kancah internasional sebagai poros maritim dunia menandai era baru politik luar negeri yang impresif dan bermartabat.  Harus diakui, Joko Widodo adalah satu-satunya Presiden Indonesia dalam era reformasi  yang berkenan bersikap terbuka dalam forum resmi internasional. Pidatonya yang lugas dalam even KAA  yang lalu  menyuarakan ketidakadilan global sertata opsi tatanan ekonomi dunia yang baru, another world is possible.
Saya melihat Indonesia sedang bergerak untuk  berubah, perlahan tapi pasti. Barangkali, Jokowi bukanlah politisi yang piawai menaklukan ruang publik  tapi tidak diragukan lagi dia adalah pemimpin yang bekerja. Tentu saja, hasil kinerjanya masih jauh dari sempurna. Politik di antara kita boleh datang dan pergi, kepentingan kelompok pasti muncul silih berganti, tetapi tanggung jawab untuk kesejahteraan bangsa menjadi tugas suci yang harus kita laksanakan bersama.




[1] Manajer Riset dan pengembangan dalam Center for regulation policy and Governance (CRPG)

Fungsi Kantor Staf Presiden Menurut Perpres 26/2015

Tuesday, March 10, 2015



Setelah UKP4 dibubarkan, beberapa fungsinya konon akan dilaksanakan oleh Kantor Staf Presiden (KSP) yang saat ini dipimpin oleh Luhut Panjaitan. Berikut fungsi dari KSP menurut Perpres 26/2015:

  1. pengendalian dalam rangka memastikan program program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi Presiden;
  2. penyelesaian masalah secara komprehensif program-program prioritas nasional yang pelaksanaannya mengalami hambatan; 
  3. percepatan pelaksanaan program-program nasional; terhadap dalam prioritas 
  4. pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas nasional
  5. pengelolaan isu-isu strategis; 
  6. pengelolaan strategi komunikasi politik dan diseminasi informasi; 
  7. penyampaian analisis data dan informasi strategis dalam rangka mendukung proses pengambilan keputusan; 
  8. pelaksanaan administrasi Kantor Staf Presiden; dan 
  9. pelaksanaan fungsi lain yang ditugaskan Presiden. 

Register Obat dan Makanan BPOM dan Pusat Informasi Obat Nasional

Monday, March 2, 2015


Regulator obat dan makanan Indonesia, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) memiliki website yang berisi daftar obat dan makanan yang mendapatkan izin edar. Register ini sangat berguna apabila konsumen memiliki keraguan terhadap suatu produk. Untuk mengecek apakah suatu produk memiliki izin edar, silahkan klik.

Selain itu, BPOM juga mengelola Pusat Informasi Obat Nasional (PIONAS) yang berfungsi untuk "...menyediakan akses informasi terstandar (Approved label) dari obat yang telah disetujui oleh Badan POM. Informasi dan konsultasi diberikan oleh PIO Nas secara cuma-cuma kepada masyararakat, konsumen, maupun stakeholder lainnya seperti tenaga profesi kesehatan baik dokter, perawat, dan apoteker". Untuk mengakses PIONAS silahkan klik.


Higher minimum wage is (in fact) a capitalist instrument

Saturday, February 28, 2015


A capitalist instrument for preventing revolution -- that is. Nick Hanauer argued that inequality is rising and this will inevitably lead to a revolution. How can we reduce inequality and prevent such revolution that will topple the bourgeois? Well, according to Nick, we should increase the minimum wage.

Well he's right. Capitalism needs consumer. Rising inequality will destroy consumer society. So, in order to save liberal capitalist democracies from impending doom, let's raise the minimum wage!(?)