"Artificial Intelligence" akan menggantikan Lawyers pada 2030?

Sunday, January 4, 2015

Menurut sebuah laporan dari sebuah kantor konsultan, setidaknya pekerjaan due dilligence sudah akan dapat diserah terimakan dari Junior Lawyers ke software tahun 2030 nanti. Sebenarnya ini bukan hal yang baru. Beberapa pakar seperti David Bainbridge dan Richard Susskind sudah membayangkan sebuah sistem pakar untuk menggantikan peran lawyers.





Yang paling kontroversial tentu dari Susskind, dimana beberapa tahun lalu dia memprediksi bahwa di masa depan akan tersisa beberapa tipe lawyers: expert trusted adviser, enhanced practitioner, legal knowledge engineer, legal risk manager, dan legal hybrid. Legal knowledge engineer ini posisi yang menarik menurut saya, karena pekerjaannya adalah membuat packaging dan model penyelesaian.

Salah satu ide yang dilontarkan di Inggris adalah membuat model bantuan hukum seperti NHS Direct. Seperti diketahui, NHS Direct adalah portal kesehatan di Inggris yang bebas digunakan penduduknya. Portal ini bisa diakses lewat telepon maupun online dan juga menyediakan symptomps checker untuk mengecek gejala. Portalnya sendiri ditutup tahun 2013, tetapi sistemnya yang di Wales dan symptomp checkernya masih berjalan. 

Sementara itu di Kanada sedang hangat didiskusikan mengenai Alternative Business Structure (ABS) dari layanan hukum -- diantaranya untuk mengatasi berbagai kepakaran diluar hukum yang beririsan ke pelayanan hukum. Ada 3 model yang diusulkan:

  • Model #1 Business entities providing legal services only in which individuals and entities who are not licensed by the Law Society can have up to 49 per cent ownership.
  • Model #2: Business entities providing legal services only with no restrictions on ownership by individuals and entities who are not licensed by the Law Society.
  • Model #3 Business entities providing both legal and non-legal services (except those identified as posing a regulatory risk) in which individuals and entities who are not licensed by the Law Society would be permitted up to 49 per cent ownership.
Kembali ke soal due dilligence, apakah mungkin tahun 2030 diserahkan ke software? Yang saya tahu persis (dan juga gunakan) adalah bahwa software sistem manajemen dokumen saat ini sudah semakin baik. Dilengkapi dengan Optical Character Recognition yang sudah sangat efektif, ketelitian dan kecepatan software ini sangat bisa mengalahkan mata manusia. 

Disamping itu, dalam birokrasi juga terjadi berbagai penataan. Pemerintah memulai gerakan Sistem Informasi Perizinan (SIP) -- yang dulu ada di UKP4 dan sekarang masih berjalan walaupun UKP4 sudah tidak beroperasi. Sisminbakum juga memiliki potensi untuk bisa updating status AD/ART PT terakhir, real-time. Demikian juga, di pertanahan, BPN sudah membuat portal (masih sederhana sih) untuk layanan pertanahan (silahkan coba sendiri). Sementara itu, beberapa pengadilan (termasuk MA) sudah mempublikasikan register perkaranya online. Selain itu, sekarang ini di beberapa negara termasuk Indonesia juga sudah menjadi anggota Open Government Partnership (OGP) yang salah satu normanya adalah teknologi an inovasi untuk keterbukaan dan akuntabilitas. 

Keseluruhan dokumen diatas merupakan bagian standar dari kegiatan due dilligence atau uji tuntas. Apabila beberapa tahun lagi layanan-layanan tersebut bisa disediakan online secara akurat, maka tidak perlu lagi menggunakan manusia untuk mengecek satu persatu. Jadi, mungkin sekali -- setidaknya untuk due dilligence -- bahwa peran lawyer digantikan oleh software di masa depan. Tidak perlu artificial intelligence, cukup software yang terintegrasi dengan layanan yang sudah ada.